Asam asetat
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Asam asetat merupakan
salah satu produk industri yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat
dapat dibuat dari substrat yang mengandung alkohol, yang diperoleh dari
berbagai macam bahan seperti buah buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air
kelapa. Hasil dari fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang
berarti sour wine. Pada saat ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula
seperti buah anggur apel, nira kelapa, malt, gula sendiri seperti sukrosa dan
glukosa, dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alokohol dan
fermentasi asetat secara berimbang.
Teknologi pembuatan asam asetat mungkin
beragam dari pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik
yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi
methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi
alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Produksi asam asetat
dalam dunia industry menggunakan bantuan mikroorganisme menggunakan teknik
oksidatif fermentasi dan anaerob fermentasi.
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai produk mikrobiologi industry yaitu asam asetat yang dapat
diproduksi menggunakan mikroorganisme dengan metode fermentasi aerob dan
fermentasi anaerob, maka dibuatlah makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dari
pembuatan makalah ini antara lain:
1.
Apa itu asam asetat?
2.
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini antara lain:
D.
Manfaat
Manfaat dari pembuatan
makalah ini adalah untuk menambah ..
BAB II
ISI
A. Tinjauan Umum Asam Asetat
Asam asetat
merupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Asam
asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat diperoleh
dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air
kelapa. Tersedianya air kelapa dalam jumlah besar di Indonesia, yaitu lebih
dari 900 juta liter per tahun merupakan potensi yang belum dimanfaatkan secara
maksimal (Nurika dan Nur, 2001).
Asam asetat merupakan salah satu produk industri
yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Saat ini di Indonesia harus mengimpor asam
asetat dalam jumlah yang besar, pada tahun 1993 jumlah impornya sebesar
31.613.115,200 M ton dengan nilai $14.945.208,41 (Anonim, 1994).
B. Struktur
Kimia Asam Asetat
Rumus kimia asam asetat adalah CH3COOH atau C2H4O2..
Asam asetat memiliki berat molekul sebesar 60,05. Asam asetat atau lebih
dikenal dengan nama asam cuka adalah golongan asam karboksilat yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu digunakan sebagai pemberi rasa asam
pada makanan, selain itu asam cuka digunakan untuk menurunkan pH dan sebagai
zat pengawet. Asam asetat biasa digunakan pada pembuatan serat selulosa asetat,
plastik, zat warna, dan obat-obatan (Sutresna, 2007).
Gambar
1. Struktur Kimia Asam Asetat
C. Sifat
Asam Asetat
Sifat-sifat
dari asam asetat adalah (Kausuka, 2013):
1. Asam asetat merupakan senyawa
organik yang mengandung gugus asam karboksilat
2. Nama : Asam etanoat, Asam asetat,
Asam metanakarboksilat, Asetil hidroksida (AcOH), Hidrogen asetat (HAc), Asam
cuka
3. Pada kadar 2-12% disebut vinegar
(cuka)
4. Merupakan senyawa kimia organik yang
memberikan rasa asam dan bau tajam pada vinegar
5. Merupakan asam lemah yang
bersifat korosif
6. Dapat menyebabkan iritasi pada
mata dan hidung
D.
Manfaat Asam Asetat
Kegunaan asam asett antara lain
(Abdullah, 2013):
a. Penambah
rasa pada makanan dalam industri makanan
b. Memperbaiki
flavor pada pembuatan mayonaise
c. Memperbaiki
flavor dan pengawet pada pembuatan acar
d. Antiseptic
e. Mencegah
tumbuhnya jamur pada roti
E. Mikroorganisme Fermentasi
Bakteri asam asetat
terdiri dari sekelompok gram negatif, aerobik, batang kecil motil yang
mengeluarkan oksidasi tidak sempurna alkohol dan gula, menyebabkan akumulasi
asam organik sebagai produk akhir. Bakteri asam asetat adalah kumpulan
organisme heterogen (Fitryanita 2013).
Bakteri
asam asetat yang saat ini termasuk ke dalam famili Acetobacteraceae diklasifikasikan ke dalam enam genera, yaitu (Fitryanita 2013):
1.
Acetobacter,
2.
Gluconobacter,
3.
Acidomonas,
4.
Gluconacetobacter,
5.
Asaia, dan
6.
Kozakia.
Sebagian besar bakteri
asam asetat adalah mesofilik. Tetapi baru-baru ini strain yang tidak diketahui
telah terisolasi yang dapat menolerir hingga 40 oC. Jenis
strain ini dapat digunakan untuk produksi industri cuka di daerah dengan iklim
yang hangat. Dari enam genera di atas, bakteri asam asetat yang biasa digunakan
untuk fermentasi cuka adalah genera Acetobacter (genus
I), Gluconacetobacter (genus VIII) dan Gluconobacter (genus
IX). Genus Acetobactermerupakan gram negatif, bakteri batang atau
kokus aerob obligat dengan ukuran 0,6-0,8 × 1,0-4,0 µ, motil atau nonmotil
dengan flagela peritrichous dan biokimia oksidase negatif –
katalase positif (Fitryanita 2013).
Dalam genus Gluconacetobacter,
produksi cuka bakteri asam asetat dipisahkan secara pylogenetical hanya
untuk sublineage B (1-3) yang terdiri dari Gluconacetobacter xylinus, Gluconacetobacter
hansenii, Glunacetobacter europaeus, Gluconacetobacter
oboediens, Gluconacetobacter intermedius dan Gluconacetobacter
entanii. Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kelangsungan hidup bakteri asam asetat, antara lain konsentrasi etanol,
konsentrasi asam asetat, oksigen, suhu, dan ketersediaan unsur hara (Fitryanita
2013).
Namun apabila
fermentasi berlangsung dalam kondisi anaerob atau tidak membutuhkan oksigen,
maka fermentasi brlangsung dengan bantuan bakteri yang termasuk anggota dari
genus Clostridium, yang dapat mengubah gula menjadi asam asetat secara
langsung, tanpa menghasilkan etanol sebagai produk perantara (Ulil dan
Paramitha, 2011).
F. Starter Asetat
Dalam proses fermentasi
asetat memerlukan pembiakan murni Acetobacter
yang disebut juga dengan starter. Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah
dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan dengan biakan murni. Starter
baru dapat digunakan 8 hari setelah diinokulasikan dengan biakan murni.
Pemakaian starter tidak diizinkan terlalu banyak karena tidak ekonomis
(Abdullah, 2013).
G. Fermentasi Asam Asetat
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan
dapat dihasilkan oleh mikroorganisme
atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan. (Buckle, K.A., 1985). Proses
fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan
energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen
sederhana(Kompiang et al.,1994).
Fermentasi merupakan suatu reaksi
oksidasi atau reaksi dalam system
biologi yang menghasilkan energi di mana
donor dan aseptor adalah senyawa
organik. Senyawa organik yang biasa
digunakan adalah zat gula. Senyawa
tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain. (Fardiaz & Winarno,
1984).
Pembuatan asam
asetat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintesis/khemis dan secar
mikrobiologis atau fermentasi, namun demikian cara fermentasi lebih disukai,
karena lebih murah, lebih praktis dan resiko
kegagalan relatif lebih
kecil. Pada fermentasi asam asetat dari substrat cair umumnya hanya dilakukan
dua tahap fermentasi yaitu fermentasi
alkohol dan fermentasi asam
asetat. Fermentasi alcohol dilakukan jika bahan yang digunakan kaya akan gula namun tidak
mengandung alkohol. Pada bahan yang miskin gula maka penambahan alkohol secar langsung dianggap lebih efektif daripada menambahkan gula untuk diubah menjadi alkohol (Nurika dan Nur,
2001).
Menurut Ulil
dan Paramitha (2011), ada dua jalur produksi asam asetat menggunakan
mikroorganisme, yaitu:
1.
Oksidatif fermentasi (fermentasi aerob)
Dalam
sejarah manusia, asam asetat dalam bentuk cuka, telah dibuat melalui metode
fermentasi dengan bantuan bakteri asam asetat dari genus Acetobacter. Dengan membutuhkan sedikit oksigen, bakteri
ini dapat menghasilkan cuka dari berbagai bahan makanan beralkohol. Umumnya
bahan yang digunakan adalah bahan makanan termasuk apel, anggur, dan fermentasi
biji-bijian, gandum, beras, atau kentang mashes. Reaksi kimia keseluruhan
difasilitasi oleh bakteri ini adalah:
|
Sebuah
larutan alkohol dimasukan dalam reaktor dehodrogenasi dan diinokulasi dengan Acetobacter
sehingga dalam beberapa bulan kemudian akan menjadi cuka. Dalam industri,
proses pembuatan cuka akan berlangsung cepat dengan meningkatkan pasokan
oksigen ke bakteri.
Dalam pengolahan asam asetat melalui fermentasi aerob, terjadi dua
kali fermentasi yaitu (Salle, A.J., 1974) :
a.
Fermentasi pertama
Fermentasi pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae. Pada fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2
dengan reaksi sebagai berikut :
|
Etanol adalah hasil utama
fermentasi tersebut di atas, di samping
asam laktat, asetaldehid, gliserol dan
asam asetat. Etanol yang diperoleh
maksimal hanya sekitar 15 %. Untuk
memperoleh etanol 95 % dilakukan proses
distilasi. Etanol digunakan untuk
minuman, zat pembunuh kuman, bahan bakar dan pelarut.
b.
Fermentasi kedua
|
Reaksi yang
terjadi adalah reaksi aerob karena menggunakan oksigen. Pada fermentasi pembentukan asam asetat tersebut terjadi
perubahan etanol menjadi asam asetat melalui pembentukan asetaldehid
dengan reaksi sebagai berikut :
CH3CH2OH
+ ½ O2 → CH3CHO + H2O
(etanol) (asetaldehid)
CH3CHO + ½ O2 → CH3COOH
(Asetaldehid) (asam asetat)
2.
Fermentasi Anaerob
|
Hal
yang menguntungkan dari penggunaan metode ini dalam sudut pandang kimia
industry ialah bakteri acetogenic ini dapat menghasilkan asam asetat dari satu senyawa
karbon, seperti metanol, karbon monoksida, atau campuran karbon dioksida dan
hidrogen. Reaksinya dapat dituliskan (Ulil dan Paramitha, 2011):
2CO2 + 4H2
→ CH3COOH + 2H2O
Karena
Clostridium dapat mengubah gula secara langsung menghasilkan asam asetat
maka dapat menekan biaya produksi dalam artian penggunaan metode ini lebih
efisien jika dibandingkan dengan metode oksidasi etanol dengan bantuan bakteri Acetobacter.
Namun, yang menjadi kendala ialah bakteri Clostridium kurang toleran
terhadap asam dibandingkan dengan Acetobacter sehingga ketika asam
asetat terbentuk maka bakteri Clostridium akan mengalami gangguan
pertumbuhan yang dapat menyebabkan kematian. Bahkan yang paling toleran
asam-strain Clostridium cuka hanya dapat menghasilkan beberapa persen
asam asetat, dibandingkan dengan strain Acetobacter cuka yang dapat
menghasilkan hingga 20% asam asetat. Saat ini, penggunaan Acetobacter lebih
efektif untuk memproduksi asam asetat dibandingkan memproduksi asam asetat
dengan menggunakan Clostridium. Akibatnya meskipun bakteri acetogenic
telah dikenal sejak 1940, penggunaannya dalam industri tetap dibatasi (Ulil dan
Paramitha, 2011).
Uji kualitatif
asam asetat dilakukan dengan melarutkannya
dalam asam sulfat encer yang dapat
memberikan bau khas cuka saat
dipanaskan, sedangkan dengan besi (III)
khlorida membentuk warna merah tua dari ion Fe3(OH)2 (CH3COO)6+ yang bila dipanaskan akan terurai dan membentuk endapan
besi (III) yang berwarna merah kecoklatan (Vogel,A.I.,1985).
Sedangkan uji
kuantitatif asam asetat dilakukan dengan alkalimetri yaitu titrasi dengan
larutan NaOH dengan indicator pp. Cara ini umum digunakan dalam analisa
kuantitatif asam asetat (Vogel, A.I., 1961).
H.
Produk
asam asetat
Salah satu produk asam
asetat dalam dunia industri adalah vinegar (asam cuka). Badan urusan makanan
dan obat di Amerika menggolongkan vinegar menurut bahan baku (Abdullah, 2013):
a. Vinegar,
cider vinegar, apple vinegar dibuat dari alkohol hasil fermentasi buah apel
b. Wine
vinegar, grape vinegar, produk ini dibuat dari alkohol hasil fermentasi buah
anggur
c. Malt
vinegar dibuat dari fermentasi larutan glukosa
d. Vinegar
yang dibuat dengan mencampur spirit vinegar dengan perbandingan tertentu
e. Vinegar
yang dibuat dari dried apple, apple cores, dan apple peels.
f. White
destilled vinegar dan grain vinegar dibuat dengan alkohol yang terdestilasi.
Jenis jenis vinegar
yang popular (Abdullah, 2013):
a. White
destilled vinegar (etanol yang telah didestilasi sebagai bahan baku)
b. Cider
vinegar (dibuat dari apple yang telah difermentasi)
c. Wine
vinegar (dibuat dari anggur kualitas rendah)
d. Malt
vinegar (dibuat dari fermentasi alkohol dann aseton terhadap mult mush atau
malt yang mengandung corn atau barley yang ditambahkan pada malt)
I.
Pembuatan
Vinegar
Proses pembuatan vinegar adalah
sebagai berikut (Abdullah, 2013) :
1. Filtrasi
dan klasifikasi
Vinegar hasil destilasi
dari tricking generator lebih besar dari bahan bahan yang tidak larut sehingga
filter yang digunakan mempunyai lubang kecil. Namun vinegar lain memerlukan
filter untuk mendapatkan vinegar yang jernih. Filter dengan kapasitas besar dengan
klasifikasi bila ada zat aditif yang digunakan.
2. Pembotolan
Bertujuan untuk
mencegah bakteri maka harus dipasteurisasi. Botol beisi ditutup rapat lalu
dipanaskan pada suhu 60-65 oC. Kadang vinegar dipanaskan hingga suhu
65-70 oC dan dengan segera botol dengan vinegar panas ditutup.
3. Konsentrasi
vinegar
Vinegar dapat
dikosentrasikan dengan proses freezing. Vinegar didinginkan untuk mengetahui
kadar alkohol. Sistem ini dapat dipakai tutup sp 0,2% dan lalu 25% produk
diambil. Waktu cycle 12% vinegar masing masing 335 jam, vinegar yang dihasilkan
dari submerged proses sangat keruh karena berisi bakteri. Untuk filtrasi
kapasitas besar diperlukan filter agent dengan tangki filtering, sebaliknya
jika digunakan dalam sharing vinegar tidak mengandung mikroorganisme karena
telah tersaring.
J.
Faktor-Faktor
dalam Produksi Asam Asetat
Faktor-faktor yang
mempngaruhi produksi asam asetat adalah (Abdullah, 2013):
1. Pemilihan
mikroba
Bakteri yang
dapat memenuhi syarat yaitu yang produktivitasnya tinggi dan mempunyai rasa
enak. Sebagai contoh Bacterium schutzen
bachil / Baterium cuvrum biasanya
dipakai untuk memproduksi asam cuka biasanya dipakai asam cuka dari etanol
dengan quick vinegar process, sedang Bacteruim
orleanense pada proses Orleans (proses lambat)
2. Kualitas
bahan dasar
Sebagai bahan
dasar adalah semua bahan yang dapat difermentasikan menjadi alkohol.bisa dari
jus buah buahan seperti buah apel, anggur, jeruk, bahan bahan bergula , beer,
anggur/ wine.
3. Fermentasi
oleh yeast
Sebelum
fermentasi asam cuka, gula yang berasal dari bahan dasar difermentrasikan
menjadi alkohol, sehingga yeast yang dipakai harus diseleksi, demikian juga
faktor faktor yang mempengaruhi selama fermentasi menjadi alkohol harus
diperhatikan.
4. Keasaman
(pH)
Kadar alkohol
terbaik dan dapat segera difermrntasikan 10-13%. Bila kadar alkohol 14% atau
lebih maka oksidasi alkohol menjadi asam cuka tidak atau kurang sempurna sebab
perkembangan bakteri asam cuka terhambat. Sedang bila kadar alkohol rendah
mungkin akan banyak vinegar yang hilang bahkan pada konsentrasi alkohol 1-2%
ester dan asam cuka akan dioksidasi yang mengakibatkan hilangnya aroma dan
flavor (aroma dan flavor menjadi jelek).
5. Oksigen
Proses
fermentasi asam cuka menjadi alkohol adalah proses oksidasi maka perlu
diaerasi.
Etanol asetaldehid
6. Supporting
medium/ bahan penyangga
Bahan penyagga
ini dimaksudkan untuk memperluas permukaan yang berhubungan dengan udara serta
tempat melekatnya koloni bakteri bakteri asam cuka sehingga proses
fermentasinya menjadi lebih cepat. Sebagai bahan penyangga dapat dipakai chips/
pasahan/ tatal kayu, arang, ranting anggur, tongkol jagung, dan sebagainya.
Bahan penyangga tersebut tidak boleh bersifat racun, serta tidak boleh
mengandung besi, tembaga, sulfur, atau ion ion lainnya yang mempengaruhi
vinegar.
7. Suhu
Suhu selama
fermentasi mempengaruhi pertumbuhan dari bakteri asam cuka. Bila suhu:
a.
12-15 oC : pertumbuhan
bakteri lambat, sel selnya menjadi gemuk, pendek.
b.
42-45 oC: sel bakteri akan
memanjang membentuk semacam mycelium yang tidak bersekat
c.
15-34 oC: pertumbuhan sel
normal dan cepat
Untuk fermentasi
asam cuka suhu yang paling sesuai 26,7-29,4 oC, sebab bila suhu rendah
fermentasi akan berjalan lambat sedang bila suhu tinggi akan banyak alkohol
yang menguap bersama-sama dengan bahan bahan volatile yang membentuk flavor dan
aroma dari asam cuka, sehingga asam cuka yang dihasilkan akan mempunyai flavor
ataupun aroma yang kurang sedap/ enak.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari
penulisan makalah ini adalah :
B.
Saran
Saran yang dapat
diberikan yaitu
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, 2013. Diktat Mikrobiologi Industri. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Anonim,
1994. Statistik Indonesia. Biro
Pusat Statistik, Jakarta.
Buckle,
K.A., 1985. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Fardiaz,
Winarno, 1984. Biofermentasi dan
Biosintesa Protein. Penerbit Angkasa, Bandung.
Fitryanita, N.A., 2013. Peranan Bakteri Azetobacter dalam Pembuatan Cuka Ceri. http://ayufitryanita.blogspot.com/ diakses pada tanggal 23 Desember
2013, pukul 22.13 WITA, Makassar.
Kausuka, 2013. Cara Membuat Asam Asetat dengan Fermentasi. http://kausuka.com/ diakses pada tanggal 23 Desember
2013, pukul 22.27 WITA, Makassar.
Kompiang, L.P., J. Dharma, T.
Purwadaria, A. Sinurat, dan Supriyati., 1994. Protein enrichment: Study cassava enrichment melalui bioproses biologi
untuk ternak monogastrik. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun
Anggaran 1993/1994. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
Nurika, I., dan
Nur H., 2001. Pembuatan Asam Asetat dari
Air Kelapa secara Fermentasi Kontinyu menggunakan Kolom Bio-oksidasi. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Surabaya.
Salle, A.J.,
1974. Fundamental Principles of
Bacteriology. Tata Mc Graw Hill, New Delhi.
Sutresna,
Nana., 2007. Cerdas Belajar Kimia.
Grafindo Media Pratama, Bandung.
Ulil, M.A., dan Paramitha S.B.U., 2011. Tugas Prarancangan Pabrik Etil Asetat
dengan Reactive Distillation
Kapasitas 30.000 ton per Tahun. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Vogel,
A.I., 1961. Vogel Text Book of
Quantitatif Chemical Analysis. Longman Singapore Publisher Ltd., Singapore.
Vogel, A.I., 1985. Buku Text Analisa Anorganik
Kualiatif Makro dan Semi Mikro. Kalman
Media Pustaka, Jakarta.
Comments
Post a Comment