PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Pertumbuhan tanaman yang berasal dari biji diawali dari proses perkecambahan. Dalam pertumbuhannya memerlukan energi, dan energi tersebut berasal dari perombakan bahan-bahan organik seperti karbohidrat lemak dan protein. Enzim yang digunakan untuk merombak protein adalah enzim protease, perombakan lemak adalah enzim lipase dan pati memerlukan enzim amilase. Enzim-enzim tersebut secara bersamaan dihasilkan tumbuhan selama proses perkecambahan (Bahri dkk., 2012).
Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya (Lehninger, 1997).
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor (Patong, 2009).
Enzim sangat berguna bagi tubuh kita walaupun jumlahnya sedikit, tapi sangat bermanfaat. Pada percobaan ini, akan digunakan enzim amilase di mana salah satu letak enzim amlase pada tubuh manusia yaitu pada air liurnya atau biasa dikatakan saliva. Enzim amilase ini berguna untuk memecah pati menjadi maltosa. Enzim amilase adalah salah satu jenis enzim dimana enzim sangat peka terhadap suhu, substrat, konsentrasi, pH, dan lain-lain. Oleh Karena itu percobaan ini dilakukan yaitu untuk membuktikan teori tersebut (Patong, 2009).

1.2  Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1        Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh temperatur terhadap keaktifan suatu enzim.

1.2.2        Tujuan Percobaan   
            Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan  suhu optimum yang mempengaruhi keaktifan suatu enzim.

1.3  Prinsip Percobaan
Menentukan keaktifan dari suatu enzim berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi glukosa pada berbagai temperatur dan diuji dengan iodin pada interval waktu tertentu sampai warna biru yang terbentuk berubah menjadi bening.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Amilase mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-l,6-glikosida. Secara umum, amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan yang dipecah, yaitu alfa-amilase, beta-amilase, dan glukoamilase (Poedjiadi, 1994).
Enzim merupalan protein yang pada hakekatnya mengkatalisis semua reaksi biokimia. Enzim ini berubah menjadi sangat khas, seperti misalnya terhadap jenis reaksi yang dikatalisisnya dan bahkan tempat pada substrat khusus dimana enzim itu dapat berfungsi (Poedjiadi, 1994).
Semua enzim adalah protein. Beberapa mempunyai struktur yang agak sederhana, namun sebagiaan besar enzim mempunyai struktur yang rumit. Banyak enzim yang strukturnya belum diketahui. Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan guugus – gugus prostetik, atau kofaktor. Kofaktor ini merupakan bagian non – protein dari enzim itu. Suatu kofaktor dapat berupa ion logam sederhana, ion tembaga misalnya merupakan kofaktor bagi enzim asam askorbat aksidase. Enzim lain mengandung molekul organik non – protein sebagai kofaktor. Gugus prostetik organik seringkali dirujuk sebagai suatu koenzim (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urase hanya bekerja terhadap urea sebagai substratnya namun enziim tersebut mempunyai kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisis substrat lain yang bukan ester. Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi (Poedjiadi, 1994).
Enzim memulai kegiatan dengan membentuk suatu kompleks dengan substratnya. Kompleks enzima-substrat dapat digabung menjadi satu oleh tarikan van der Waals dan tarikan elektrostatik oleh ikatan hidrogen, atau yang kurang umum oleh pembentukan ikatan kovalen. Kompleks terbentuk pada sisi aktif dari enzim. Tempat ini juga merupakan daerah enzim yang memacu reaksi yang khas. Sisi aktif itu harus memiliki atom dan konfigurasi yang tepat, baik untuk mengikat maupun untuk mengkatalisis (Pine, dkk., 1988).
Enzim menyusun sebagian besar dari protein total dalam sel. Suatu sel dapat memuat 3.000 jenis molekul enzim dan sejumlah besar molekul dari tiap jenis. Enzim dapat mempercepat reaksi kimia, sedangkan protein lain tak dapat. Oleh karena itu, enzim adalah katalis. Selain mampu meningkatkan reaksi, enzim memiliki dua sifat lain sebagai katalis sejati. Pertama, enzim tak ubah oleh reaksi yang dikatalisnya. Kedua (dan yang penting), walaupun dapat mempercepat reaksi, enzim tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia (Tim Dosen Kimia, 2007).
            Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C. Apabila suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi enzim akan rusak, sehingga substrat tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan demikian enzim tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai biokatalisator. Pada umumnya denaturasi ini bersifat tidak terbalikan atau permanen (Patong, 2009).
            Ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan diantaranya mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan penambahan akhiran–ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak, amilase menghidrolisis pati dan protease menghidrolisis protein (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung  99,5%  air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam  saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α (1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan (Poedjiadi, 1994).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara lain: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Lehninger, 1997).
Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungannya atau kontak antara enzim dengan substratnya suatu enzim mempunyai ukuran lebih besar daripada substratnya. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzim–substrat, kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi (Pine, dkk., 1988).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kerja enzim (Poedjiadi, 1994):
1.    Suhu
             Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.
2.    Pengaruh pH
Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim.
3.    Pengaruh Inhibitor
 Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan tidak reversibel. Hambatan tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing.
4.    Konsentrasi Substrat
Konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar.
5.    Konsentrasi Enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

BAB III
METODE PERCOBAAN

3. 1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pati (amilum) 1%, larutan saliva, iodine 0,01 M, aquadest, tissue roll dan es batu.

3. 2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 mL, gelas piala, inkubator,  pipet tetes, pipet skala 1 mL, stopwatch, plat tetes, sikat tabung, dan gegep.

3. 3 Metode Kerja
Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi dengan   5 mL larutan pati (amilum) 1%. Kemudian disiapkan pula 4 tabung reaksi lain dan masing-masing diisi dengan 1 mL saliva encer. Tabung pertama yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam air es (0 oC). Tabung kedua yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer ditempatkan pada suhu kamar (25 oC). Tabung ketiga yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam inkubator (38 oC). Tabung keempat yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam penangas air   (100 oC). Semua tabung dibiarkan selama 5 menit dan kemudian pada masing-masing tabung yang berisi larutan pati ditambahkan 5 tetes saliva encer. Pada interval 5 menit, diambil contoh masing-masing larutan dan diteteskan pada plat tetes kemudian ditetesi iodin 0,01 M sebanyak 1 tetes sampai larutan menjadi bening.
DAFTAR PUSTAKA


Bahri, S., Mirzan, M., Hasan, M., 2012, Karakterisasi Enzim Amilase dari Kecambah Biji Jagung Ketan, Journal Natural Science, 1(12), 1-12.

Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.

Lehninger, A. L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Patong, A. R., 2009, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pine, S. H., Hendrickson, J. B., Cram, D. J., dan Hammond, G. S., 1988, Kimia Organik II, Penerbit ITB, Bandung.

Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.

Tim Dosen Kimia, 2007, Kimia Dasar II, Universitas Hasanuddin, Makassar.

















BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil
           
Waktu (Menit)
Warna
0°C
25°C
38°C
100°C
5
+ + + + +
+ + +
+ + + +
+ +
10
+  + +
+ +
+ +
+ + + +
15
+ + + + + +
+ + + +
+
+ +

Keterangan :
+ ++++            = ungu pekat
++++               = ungu
+++                 = ungu muda
++                    = ungu kebiruan
+                      = biru
















4.2 Reaksi

4.3 Pembahasan
Percobaan ini digunakan variasi temperatur, yaitu pada temperatur 0 0C (es batu), 27 0C (suhu kamar), 38 0C (suhu inkubator), dan 100 0C (air mendidih), hingga diperoleh suhu dimana enzim dapat bekerja secara optimum. Percobaan ini dilakukan dengan cara tabung reaksi dimasukkan larutan pati yang berfungsi sebagai substrat yang akan dihidrolisis oleh enzim amilase. Semua tabung reaksi dikondisikan suhunya yaitu dengan memasukkan tabung reaksi pertama pada air panas 100 0C, tabung kedua pada air es (0 0C), tabung ketiga pada suhu 38 0C pada inkubator dan tabung keempat pada tempratur kamarSetelah 5 menit, semua tabung reaksi yang berisi larutan pati ditambahkan beberapa tetes saliva dan kemudian diuji pada plat tetes yang sebelumya telah diisi dengan iodin 2 tetes. Pengujian ini dilakukan tiap interval 5 menit.
        Hasil pengamatan pada menit menunjukkan tabung pada suhu 0°C  berwarna ungu pekat, tabung pada suhu 25°C  berwarna ungu, dan tabung pada suhu 100°C berwarna ungu muda. Untuk suhu 1000C, enzim tidak mampu bekerja pada suhu ini, yang diakibatkan oleh terdenaturasinya enzim oleh suhu yang tinggi. Tingginya temperatur dapat menyebabkan pecahnya ikatan hidrogen dan ikatan kovalen yang menyebabkan konformasi protein dalam hal ini adalah enzim sehingga active site-nya menjadi berjauhan letaknya, sehingga konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang atau dengan kata lain aktivitas enzim menjadi lambat.  Suhu optimum pada percobaan ini adalah 38 °C dan hal ini sesuai dengan teori.
       












BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan
        Kesimpulan dari percobaan ini ialah temperatur optimum dari enzim amilase adalah pada suhu 380C.

5.2  Saran
Sebaiknya alat-alat laboratorium dilengkapi




Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN VERTEBRATA